Kamis, 21 Agustus 2014

Perkembangan Teknologi di Bidang Peternakan

Kontribusi teknologi peternakan terhadap pencapaian swasembada daging dan susu masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh tiga faktor yaitu 
1) adanya senjang adopsi; 
2) orientasi pengembangan teknologi yang menitikberatkan pada supply push sehingga banyak teknologi yang dihasilkan tidak sesuai kebutuhan pengguna dari sisi teknis, finansial dan sosio kultural ; dan 
3) belum optimalnya dukungan legislasi dan kebijakan yang dapat mendorong penelitian, pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi.
            Teknologi hanya akan memberikan kontribusi jika ia digunakan dalam proses produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia, termasuk dalam upaya penyediaan pangan yang cukup, bergizi, aman, dan sesuai selera konsumen serta terjangkau secara fisik dan ekonomi bagi setiap individu.
            Direktorat Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian mencatat rendahnya kapasitas produksi produk peternakan nasional antara lain disebabkan oleh 
1) rendahnya produktivitas ternak di Indonesia, 
2) adanya kompetisi dalam pemanfaatan sumber daya alam (SDA) dan lahan, 
3) penurunan kualitas SDA akibat pengaruh perubahan iklim, 
4) keterbatasan dalam kepemilikian modal, dan 
5) kurangnya diseminasi teknologi peternakan yang adaptif.   

Selain itu penyebaran ternak di Indonesia kurang merata, hal ini mengakibatkan mahalnya biaya distribusi produk peternakan dan produk penunjangnya seperti pakan, obat-obatan. Disamping kondisi tersebut program pembangunan peternakan yang sedang berjalan saat ini masih bersifat sektoral.   Sehingga program pembangunan peternakan sering kali tidak tepat sasaran dan target yang diharapkan seringkali tidak tercapai.
 Berdasarkan hasil sensus tidak dapat dikatakan kondisi sekarangm sudah berada pada kondisi swasembada daging sapi. Program swasembada daging nasional harus mempertimbangkan:

 a.Kondisi sapi asli Indonesia (sapi bali, pesisir, PO, madura) mendominasi lebih dari 50 % populasi dengan postur tubuh lebih kecil dari sapi impor sehingga perlu perhitungan lebih cermat.

b.Kantong-kantong ternak sapi potong adanya di kawasan timur Indonesia sedangkan konsumen daging terkonsentrasi di pulau jawa sehingga distribusi dan transportasi harus diperbaiki. Kenyataan menunjukkan bahwa mengangkut ternak dari Nusa Tenggara Timur itu lebih mahal dibanding dari Darwin Australia.
Beberapa program strategis dalam bidang peternakan yang perlu dikembangkan dalam rangka mendukung percepatan swasembada daging dan susu, yaitu :
  1. Mengembangkan kawasan IPTEK Peternakan di cibinong science centre. Kawasan IPTEK Peternakan terpadu antara kegiatan riset, pengembangan ternak dan unit processing pakan dan susu. Diharapkan dari kawasan ini menjadi percontohan agribisnis berbasis riset.
  2. Central Milk Testing Laboratory (CMT). Merupakan laboratorium independen yang memfasilitasi pengujian kualitas susu peternak sapi perah sebelum dikirim ke industri pengolahan susu (IPS). Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan fare payment dimana harga ditentukan oleh kualitas, menjamin susu yang diterima IPS memiliki kualitas yang diinginkan, menghindari monopoli IPS. Program CMT bukan hanya menguji kualitas susu tetapi juga akan memperbaiki kualitas ternak sapi perah.
  3. Pengembangan Sapi Simental Indonesia. Di Sumatera Barat telah berkembang cukup lama sapi-sapi simental dan sudah beradaptasi dengan baik. Oleh karena perkembangan sapi simental di Sumbar, sudah terbentuk kelompok-kelompok pembibit sapi simental (Simental Breeders Club). Melalui program riset strategis, akan membentuk sapi simental indonesia. Hal ini sangat strategis untuk mengembangkan sapi-sapi simental Indonesia ke negara-negara yang memiliki iklim sama dengan iklim di Indonesia.
  4. Pusat Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia. Limbah pertanian, agroindustri pertanian, perikanan, kehutanan, perkebunan di Indonesia sangat melimpah. Apabila limbah ini dapat dikonsentrasikan ke beberapa tempat selanjutnya diolah menjadi pakan ternak berkualitas, tentu akan sangat membantu pembangunan peternakan nasional yang diketahui bahwa komponen pakan sangat dominan berpengaruh terhadap pembangunan peternakan.
 Dari uraian di atas, selanjutnya dibuat rekomendasi kebijakan Peran IPTEK dalam Mendukung Program Swasembada Daging dan Susu Nasional sebagai berikut :
  1. Pemerintah (Bappenas, KRT, Kemendiknas, Kementan, Pemda) Diharapkan Mengalokasikan Dukungan Dana Untuk Pelaksanaan Program Riset Dan Pengembangan Meat-Milk Pro
  2. Kawasan Bioteknologi Peternakan di Cibinong Science Centre didorong menjadi Pusat Unggulan Bioteknologi Reproduksi Peternakan
  3. Pemerintah Daerah Sumbar mengusulkan pelepasan galur baru Sapi Simental di Sumatera Barat menjadi Sapi Simental Indonesia
  4. Mendorong RPH Payakumbuh berstandar Internasional dan menjadi referensi RPH di Indonesia
  5. Diperlukan dukungan kebijakan pemerintah untuk mendirikan Central Milk Testing Laboratory Indonesia
  6. BIBD Puca didorong untuk meningkatkan kualitas produk sperma beku berdasarkan standar SNI
  7. Pemda Sulsel agar membuat kebijakan penyebaran sperma beku hasil produksi BIBD Puca dimana seluruh daerah di Sulsel menggunakan produk sperma beku tersebut.
  8. Pengembangan pembangunan peternakan di Sulawesi selatan diarahkan pada pengembangan ternak lokal sapi dan kerbau belang
  9. Pemprov Sulsel pada tahun anggaran 2012 akan mengeluarka galur baru kerbau belang sebagai plasma nutfa asli Indonesia.
  10. Diperlukan dukungan kebijakan Pemerintah (Pusat dan Daerah) membentuk Pusat Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (P3TR) di Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan dalam rangka memenuhi ketersediaan pakan ternak ruminansia.(wardah tuharea-Humas) 
sumber informasi : http://meatmilkpro.lipi.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=71:ringkasan&catid=36:profile

Tidak ada komentar:

Posting Komentar